Bung Karno : “Berikan aku sepuluh
pemuda, akan kuubah dunia”
Kini : “Berikan aku satu remaja, pusing
kepalaku”
Kalimat pertama sering saya
dengar, namun untuk kalimat kedua saya baru dengar. Kenapa remaja membuat
pusing kepala? Apa bedanya pemuda dengan remaja? Beberapa waktu lalu saya
menghadiri Seminar Parenting yang diadakan oleh Sekolah Hobi Hobi Bekasi,
dengan tema "Mempersiapkan Aqil Baligh dengan Bahagia". Sebagai Pembicara yaitu
Drs Andriano Rusfi, P. Si yang merupakan Konsultan SDM & Pendidikan. Beliau
juga sebagai Konsultan Senior PPSDM dan Ketua Dewan Pakar Masjid Salman ITB. Dengan
di moderatori oleh Drh Lulu Mariyam Fathurahman, seminar ini memaparkan
berbagai problematika remaja dewasa ini.
Drs Andriano Rusfi, P. Si (Pembicara) dan Drh Lulu Mariyam Fathurahman (Moderator) |
Nah dari Seminar itulah saya tahu
perbedaan remaja dan dewasa. Ternyata persepsi saya selama ini salah loch
tentang pengertian remaja, dan sungguh miris sekali mendengar penuturan
Pembicara, kenyataan yang kita hadapi sekarang dan di masa akan datang.
Penelusuran Ilmiah Tentang Remaja
Seluruh literature ilmiah hingga
akhir abad 19 tak mengenal terminologi remaja. Berubahnya periode remaja
membuktikan bahwa fase ini tidak ajeg dan penelitian psikologi lintas budaya
membuktikan bahwa fenomena remaja tidak universal. Periodisasi perkembangan
kofnitif (Piaget), seksual (Freud), Sosial (Erikson) dan moral (Kohlberg) tak
mengenal fase remaja.
Istilah Remaja baru ada sejak
akhir abad 19 yaitu muncul sejak era Revolusi Industri. Saat orang tua harus keluar rumah dan bekerja, anak-anak terpaksa
di titipkan di sekolah sehingga luput untuk mendidik secara mental. Walaupun
secara fisik anak-anak tumbuh cepat, namun secara mental tumbuh lambat. Karena sering
keluar rumah itulah, orang tua mengganti dengan makanan dan materi sehingga
anak-anak cepat besar secara fisik dan juga hormon seksual. Masa inilah
anak-anak disebut telah baligh.
Pernah membaca atau menonton
kasus Yuyun di televisi? Seorang gadis 14 tahun di perkosa dimana vagina dan
duburnya hancur oleh 12 pemuda, 7 pelaku diantaranya adalah anak di bawah umur.
Para pelaku hanya di hukum ringan dengan alasan klasik “masih anak-anak”. Drs
Andriano memaparkan hal tersebut karena berdasarkan UU Kriminal, umur di bawah
18 tahun pelaku kejahatan akan di hukum separuh orang dewasa. Namun yang menjadi pertanyaan, dapatkah
mereka di sebut anak-anak jika telah mampu melakukan tindakan seksual?
Fase remaja merupakan fase
transisional dengan rentang yang sangat panjang. Jika 18 tahun adalah masa
manusia di sebut dewasa, maka anak-anak mulai baligh di usia 9 atau 10 tahun mereka
mengalami masa transisi selama 8 / 9 tahun. Dalam masa pencarian identitas
mereka di sebut sebagai remaja yang tidak produktif bahkan konsumtif dan
destruktif. Pada masa transisi itulah mereka Remaja disebut generasi galau dan
bingung dengan identitas, status dan posisi social.
Dari sinilah di ketahui bahwa remaja,
sudah baligh namun belum aqil. Bukan anak tapi belum dewasa. Karena hukum hanya
mengenal anak-anak dan dewasa sebagai subjek hukum, dan posisi remaja tidak
tercantum.
Menyeimbangkan Aqil Dan Baligh
dari Anak Menuju Dewasa
Dari penjabaran di atas, dapatlah
kita tarik garis merah, bahwa tidak ada istilah remaja terutama dalam Islam. Dari anak
menuju dewasa, bukan remaja. Dan ini erat kaitannya dengan Aqil dan Baligh.
Untuk melahirkan generasi yang
baik dan sesuai dengan tuntunan agama, Aqil dan Baligh harus menjadi satu
kesatuan yang tidak dapat di pisahkan dan harus berjalan berbarengan. Tidak bisa
baligh dulu atau aqil dulu agar di kemudian hari anak akan menjadi sepenuhnya
dewasa, matang secara fisik dan mental. Juga mandiri, bertanggung jawab, siap
memikul beban dan bagian dari suatu solusi bukan menjadi sumber masalah. Berikut
komparasi Aqil dan Baligh yang merupakan satu kesatuan dan berjalan bersamaan :
AQIL
|
BALIGH
|
Dewasa mental
Pengaruh pendidikan
Berkembangnya akal
Fungsi tanggung jawab
Mandiri, tanggung jawab
Peran ayah + Ibu
|
Dewasa Fisik
Pengaruh nutrisi
Berkembangnya nafsu
Fungsi reproduksi
Life and death instinct
Peran Ibu + ayah
|
Misalnya, anak sampai usia 7
tahun masih sangat individual, belumlah waktunya di ajarkan untuk berbagi. Anak
usia tersebut alangkah baiknya di berikan pendidikan yang berkreatifitas dan
imajinasi. Beda halnya dengan anak 7 tahun ke atas, berikan pengajaran untuk
saling berbagi, mengajari bersosialisasi, kedisiplinan sehingga akan
mempengaruhi balighnya. Terlalu cepat memberikan pengajaran yang belum waktunya
membuat anak akan menjadi cepat dewasa. Sehingga Aqil dan baligh tidak berjalan
berbarengan.
Mengakil Balighkan Anak
Karena sejak Revolusi Industri
itulah, para orang tua yang sedianya sebagai garda terdepan dalam pembentukan
aqil baligh anak, harus keluar rumah untuk mencari penghidupan, menyerahkan
sepenuhnya pengajaran anak kepada Sekolah. Sedangkan di sekolah hanya untuk
mengajar pelajaran / keilmuan. Orang tua boleh mendelegasikan tugas pengajaran,
namun jangan melimpahkan tanggung jawab mendidik kepada Sekolah.
Dalam Islam, penanggungjawab utama
mendidik adalah ayah, dan pelaksananya adalah bunda. Jika peran ayah minim
dalam hal mendidik anak, maka aqil akan telat. Sama halnya dengan Tarbiyah yang
merupakan tugas Ayah, sedangkan mengasuh adalah tugas Bunda. Tak perlu
berlindung di balik istilah “kualitas pertemuan” lebih penting, namun melupakan
mendidik.
Peran Ayah
|
Peran Bunda
|
Man of Vision and Mission
Penanggung jawab
Konsultan Pendidikan
Sang Ego dan Individualitas
Pembangun Sistem Berpikir
Penegak Professional
Supplier Maskulinitas
The Person of Tega
|
Pelaksana harian pendidikan
Person of love and sincerity
Sang harmoni dan sinergi
Pemilik moralitas dan nurani
Supplier Femininitas
Pembangun Hati dan Rasa
Berbasis Pengorbanan
Sang Pembasuh Luka
|
Sebagai perbandingan pendidikan
di rumah dan sekolah (co-parenting) :
·
Rumah : Penanggungjawab dan pendidik
·
Sekolah : Asisten ahli dan pengajar
·
Rumah : Kehangatan penuh cinta
·
Sekolah : Kawah Candradimuka
·
Rumah : Pengambil Keputusan
·
Sekolah : Expert Opinion
Di kehidupan sesungguhnya dan
jaman yang sudah berubah, kehidupan bekerja lebih keras. Di luar semakin tidak
aman, namun anak jangan di sembunyikan. Mungkin dapat di terapkan pembagian
kegiatan anak :
Umur 7 – 10 tahun, masuk fase
kemandirian individual. Anak bisa di ajarkan untuk mandiri, berbisnis dari
rumah, sharing pekerjaan dengan anak, atau mungkin mulai dari mencari uang
jajan.
10 – 12 tahun, pendidikan
candradimuka, melatih anak untuk berorganisasi untuk berkehidupan. Melatih organisasi
berarti melatih manajemen diri, kerjasama, kepemipinan, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan dan lain sebagainya. Misalnya di mulai dengan
mengorganisir rumah, menjadi EO acara keluarga atau terlibat dalam organisasi
intra sekolah.
Penutup
Saya jadi teringat beberapa tahun
lalu, pernah mengumpulkan remaja di sekitaran rumah untuk kegiatan Rumah Baca
yang saya kelola. Kegiatan seperti English Day, menggambar untuk anak usia TK
dan SD, dan mengaji untuk remaja putri. Bahkan sebulan sekali diadakan
pengajian untuk putra dan putri dengan dibimbing oleh Ustad yang saya kenal. Pada
tahun itu, sekitar tahun 2005 saya sanggup menangani 20-30 anak setiap minggunya,
dan mereka dengan senang hati untuk belajar.
Nah sekarang, dengan berubahnya
dunia anak, dimana hampir setiap anak memegang gadget, buat saya
secara pribadi sangat sulit mengumpulkan anak usia tanggung untuk berkumpul dan
berkegiatan seperti dulu. Bahkan ketika saya ajak, mereka dengan polosnya
membully dan mengejek kegiatan tersebut. Di masa mereka, berkumpul seperti
suatu keharusan. Nah dari perkumpulan itulah sebenarnya kita, sebagai pendidik dapat
memanfaatkan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk mereka.
Ayah, Bunda, dekatilah anak-anak,
tidak hanya memberikan materi berlimpah dan selalu memberikan yang mereka
inginkan, tapi juga pendidikan akhlaq agar aqil dan baligh mereka dapat berjalan
bersamaan. Sehingga ketika mereka dapat kita lepaskan ke dunia luar, mereka
akan menjadi kuat dan dewasa.
Semoga generasi penerus bangsa
ini selalu di lindungi Allah SWT dari pengaruh yang negative dan menghancurkan…
amin
Terimakasih kepada Sekolah HobiHobi untuk penyelenggaraan Seminar Parenting yang sangat bermanfaat bagi para pendidik umumnya dan orang tua khususnya. Seminar Parenting akan diadakan rutin oleh Sekolah Hobihobi sebagai bentuk kepedulian lembaga pendidikan terhadap perkembangan orang tua dan murid.
Pembicara dan moderator bersama Kru Sekolah Hobihobi |
Untuk cerita lengkap pengalaman penulis menghadiri Seminar Parenting dan cerita tentang sekolah ini akan di tulis dalam "Seminar Parenting Sekolah HobiHobi Part 2".
Sampai ketemu lagi
love,
Liza
Jadi sebelum 7 tahun sbnrnya wajar ya mbak klo anak "egois" hmmm TFS :)
BalasHapusWajar mba, masih anak-anak jangan dipaksakan untuk ini itu.
Hapus